Matematika

Pertanyaan

filsafat spekulatif bersifat

1 Jawaban

  • Persoalan filsafat yang dihadapi manusia melampaui batas pengetahuan sehari-hari bahkan melampaui batas pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang bersifat empiris atau pengetahuan yang menyangkut fakta atau kenyataan yang dapat diindera. Pengetahuan fakta adalah pengetahuan yang dapat diukur, dihitung atau ditimbang yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau bersifat kuantitatif. Memang ada fakta tentang filsafat, misalnya Plato menulis buku “Republik”’, dan Immanuel Kant meninggal tahun 1804. Bila seseorang menanyakan pada Anda tentang “Apa filsafat anda?”, berarti jawabannya bukanlah definisi-definisi atau fakta-fakta historis yang Anda ketahui atau informasi khusus yang Anda miliki melainkan Anda mencoba menyatakan makna tentang apa yang Anda ketahui dan Anda punyai.

    Misalnya seorang ilmuwan memikirkan salah satu dari beberapa kejadian alam yang disebut “hujan”. Ilmuwan dapat memikirkan sebab-sebab terjadinya hujan dan memberikan deskripsi tentang kejadian itu. Dalam suatu kawasan ilmuwan dapat meramal daerah-daerah mana yang terkena hujan yang tinggi rendahnya hujan dapat dinyatakan dalam bentuk ukuran yang besifat kuantitatif. Namun ilmuwan tidak mempersoalkan maksud dan tujuan hujan, karena hal itu di luar batas kewenangan ilmiah. Ia tidak menanyakan apakah ada “kekuatan” atau “tenaga” yang mampu menimbulkan hujan. Ilmuwan tidak memikirkan apakah kekuatan atau tenaga yang menimbulkan hujan itu berwujud materi atau bukan-materi. Pemikiran tentang “maksud”, “tujuan” dan “kekuatan” itu bersifat spekulatif, artinya melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah.

    Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para filsuf melampaui batas-batas pengetahuan yang telah mapan (established), artinya para filsuf itu berusaha untuk menduga kemungkinan yang akan terjadi. Para filsuf telah memberikan sumbangan yang penting dengan membuat terkaan-terkaan yang cerdik (intelligent guess) tentang hal-hal yang tidak tercakup dalam pengetahuan yang sekarang dimiliki masyarakat. Misalnya tentang ‘kematian”, “kebahagiaan”, “masyarakat adil makmur”, “manusia seutuhnya”, “civil society”. Dalam sejarah filsafat Yunani dicatat vahwa Democritos (460-370 SM) menyatakan jauh sebelum bukti-bukti ilmiah kemudian membuktikan adanya atom-atom. Demikian pula Empedocles (w. 433 SM) mengajukan teori tentang evolusi jauh sebelum para ilmuwan biologi menarik kesimpulan yang sama tentang teori itu. Banyak temuan-temuan ilmiah dalam bidang psikologi dan sosiologi yang memperkuat teori-teori filsafat yang telah dikemukakan sebelumnya oleh para filsuf. Namun tidak dapat diingkari bahwa para filsuf telah mengajukan banyak sekali terkaan namun kemudian ditolak oleh fakta-fakta yang dikemukakan oleh para ilmuwan.

    Para filsuf merenungkan apa hakikat kenyataan sampai melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah yang bersifat empiris. Pertanyaan-pertanyaan apakah Tuhan itu ada atau tidak, apakah ada nilai-nilai yang terdalam, apakah ada tujuan terakhir dari semua yang ada. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu tidak ditujukan pada seorang ilmuwan, akan tetapi ditujukan pada seorang filsuf. Pertanyaan kefilsafatan bukanlah pertanyaan yang menyangkut fakta yang mungkin ilmuwan dapat menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan menanyakan nilai-nilai dan makna-makna dan bahkan mencakup nilai dan maka itu sendiri. Jawaban atas pertanyaan kefilsafatan menuntut perenungan secara imajinatif, dan kesiapan untuk melampaui fakta-fakta dengan maksud dapat merumuskan beberapa hipotesis yang lebih dapat dipahami daripada semata-mata meninjau secara ilmiah.

Pertanyaan Lainnya